Kamis, 10 Mei 2012

Suku Dayak Kayong


SUKU DAYAK KAYONG

A.      ETIMOLOGI
Banyak orang sering mengatakan bahwa itu adalah orang Dayak, hal ini menjadi sebuah pertanyaan besar,sebenarnya kata Dayak ini didapat dari mana dan apa yang menyebabkan mereka mencetuskan Dayak?
Sejarahnya  : Sebelum kedatangan islam ke kalimantan belum ada istilah Dayak dan istilah melayu. Semua manusia penghuni pulau borneo merupakan manusia-manusia yang saling berkekerabatan dan bersaudara ( Bangsa Dayak ). Penduduk-penduduk yang tinggal dipesisir pantai oleh penduduk yang tinggal di pedalaman disebut sebagai Orang Laut sebaliknya penduduk yang tinggal di pedalaman oleh penduduk yang tinggal di pesisir pantai di sebut Orang Darat.
Dayak atau Daya adalah kumpulan berbagai subetnis Austronesia yang dianggap sebagai penduduk asli yang mendiami Pulau Kalimantan, lebih tepat lagi adalah yang memiliki budaya sungai dimasa sekarang yaitu setelah berkembangnya agama Islam di Borneo, sebelumnya Budaya masyarakat Dayak adalah Budaya Maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya. Jadi sangat jelas bahwa sebutan Dayak ini adalah sebutan kolektif karena orang Dayak terdiri dari beragam budaya dan bahasa, yang kehidupannya sangat erat berhubungan dengan sungai ( Budaya Sungai ), hal ini disebabkan karena setelah kedatangan Islam hampir seluruh perkampungan orang-orang Borneo asli yang masih berbudaya asli ( Dayak ) banyak terdapat tidak di pesisir pantai laut lagi ( meski di beberapa wilayah masih terdapat di pesisir pantai Laut ), melainkan di sepanjang daerah aliran sungai ( DAS ). Kata Dayak sendiri selain berasal dari bahasa Dayak Kendayan, juga berasal dari bahasa Dayak kenyah dan Dayak lainnya, yakni dari istilah kata " Daya" yang memiliki dua arti yakni "daerah hulu" dan "kekuatan".




B.       WILAYAH
     Banua Kayong adalah istilah lokal yang di pakai oleh komunitas yang mengidentifikasikan diri sebagai Dayak Kayong untuk menyebut satu kesatuan geopolitik wilayah teritorial pemukiman adat mereka.
Untuk wilayah daerah Dayak Kayong mencakup bagian Tengah di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Dan dalam hal ini ruang lingkup Dayak kayong sangat luas, yaitu mencakup dari Kecamatan Tumbang Titi,Kecamatan Nanga Tayap, Kecamatan Sandai Dan Aur Kuning. Walaupun memiliki perbedaan dalam segi wilayah administratif namun bukan berarti identitas mereka berubah, komunitas adat yang hidup di kawasan ini tetap menyebut dirinya sebagai Dayak Kayong bukan hanya berdasarkan pembagian wilayah administratif  kepemerintahan saja, melainkan mencakup kedaulatan atas wilayah adatnya secara lebih luas lagi.


C.      BAHASA YANG DIGUNAKAN  DALAM  DAYAK  KAYONG
Peneliti Institut Dayakologi, Sujarni Aloy dan kawan-kawannya (Sujarni Aloi, dkk 1997), meneliti ada 50 bahasa Dayak di Ketapang dan yang di dalamnya termasuk bahasa Dayak Kayong, yaitu:
  1. Bahasa Dayak Kualatn
  2. Bahasa Mali
  3. Bahasa Kancikng
  4. Bahasa Cempede’
  5. Bahasa Semandakng
  6. Bahasa Sajan
  7. Bahasa Banjur
  8. Bahasa Gerai
  9. Bahasa Baya
  10. Bahasa Laur
  11. Bahasa Joka’
  12. Bahasa Domit
  13. Bahasa Pawatn
  14. Bahasa Krio
  15. Bahasa Konyeh
  16. Bahasa Biak
  17. Bahasa Beginci
  18. Bahasa Tumbang Pauh
  19. Bahasa Gerunggang
  20. Bahasa Kayong
  21. Bahasa Majau
  22. Bahasa Pangkalan Suka
  23. Bahasa Kebuai
  24. Bahasa Tola’
  25. Bahasa Marau
  26. Bahasa Batu Tajam
  27. Bahasa Kengkubang
  28. Bahasa Pesaguan Hulu
  29. Bahasa Kendawangan
  30. Bahasa Pesaguan Kanan
  31. Bahasa Kekura’
  32. Bahasa Lemandau
  33. Bahasa Tanjung
  34. Bahasa Benatuq
  35. Bahasa Sumanjawat
  36. Bahasa Tembiruhan
  37. Bahasa Penyarangan
  38. Bahasa Parangkunyit
  39. Bahasa Perigiq
  40. Bahasa Riam
  41. Bahasa Belaban
  42. Bahasa Batu Payung
  43. Bahasa Pelanjau
  44. Bahasa Membuluq
  45. Bahasa Dayak Menggaling
  46. Bahasa Air Upas
  47. Bahasa Sekakai
  48. Bahasa Air Durian
  49. Bahasa Sempadian
Jadi di sini menyebutkan beragam bahasa dayak yang ada di Ketapang. Untuk Dayak Kayongnya sendiri di setiap daerah bahkan antar dusun maupun desanya sekalipun berbeda,berbedanya dari segi jenis kata maupun pengucapannya tetapi hal ini tidak mengerangi komunikasi antara masyarakat yang satu dengan yang lain karena walaupun pengucapannya berbeda tapi memiliki arti yang sama dan mereka satu sama lain pun mengerti. Contohnya dari pengalaman saya sendiri melihat orang dari kampung saya, kampung saya terletak di hulu sungai Tayap tepatnya di dusun kebuai desa sebadak raya kecamatan Nanga tayap, berbicara sama orang yang kampungnya di daerah Desa Betenung yang jaraknya kira-kira 40’n KM jaaraknya dari kampung saya.
Mereka berdua berbicara satu sama lain dengan logat bahasa mereka masing-masing tetapi tetap mengerti bahkan tidak menimbulkan kebingungan satu sama lain.

D.      KELOMPOK MASYARAKAT DAYAK KAYONG
     Dayak Kayong memiliki Pola pemukiman yang sama seperti Masyarakat Dayak pada umumnya yaitu pola pemukiman subsuku,dimana setiap subsuku mengklaim setiap teritori tertentu dengan batas-batas yang jelas dengan teritori subsuku yang lainnya. Daerah Tumbang Titi,Daerah Nanga tayap, Daerah Sandai, Daerah Sungai Laur dan daerah sekitarnya memiliki teritori sendiri dengan batas-batas yang jelas yang diperkuat dengan ketentuan adat. Penarikan batas yang jelas atas sebuah teritori ini memiliki kekuatan berfungsi sebagai penegasan rasa kebersamaan atau ke-kita-an sekaligus menjamin rasa aman dan ketersediaan lahan-kawasan sebagai wadah untuk mengupayakan kesejahteraan dan keberlangsungan hidup mereka secara bersama-sama. Sedangkan di lain sisi- secara keluar- merupakan pengakuan akan eksistensi subsuku lain yang juga dihormati haknya untuk hidup berdampingan secara damai.
Di dalam kehidupan masyarakat Dayak umumnya memiliki ciri khas rumah yang biasa disebut Rumah Adat.Untuk di Kota Ketapang sendiri terdapat Rumah Adat Dayak yang terkenal di Kota Kayong. Letaknya berada di daerah Payak Kumang. Rumah adat Dayak ini adalah rumah adat yang sering dipakai untuk acara-acara resmi dari kalangan orang Dayak sendiri. Diantaranya acara pelantikan,musayawarah dan beberapa dari kaum pemuda sering menggunakan tempat ini untuk rekoleksi, acara perenungan, bahkan sempat pernah dijadikan lokasi syuting oleh artis anak daerah Ketapang sendiri.

E.       ASAL USUL DAYAK KAYONG
Sebenarnya secara umum sejarah orang dayak yang ada di Kalimantan Barat ini hampir sama salah satunya Dayak Kayong. Semuanya ini dimulai dari kedatangan bangsa Melayu yang merupakan tonggak sejarah penting dalam peradaban manusia Dayak di Kabupaten Ketapang, khususnya Dayak Kayong. Kedatangan bangsa Melayu membuka jalur dan pusat perdagangan di daerah ini yang menciptakan kompleksitas persoalan yang semakin mendesak keberadaan masyarakat lokal dari tempat asalnya.
Intimidasi dari kelompok Lanun ( orang danau ), masuknya penyebaran Agama Islam (Islamisasi ), semakin mempersulit posisi mereka yang sebelumnya juga sudah dalam bayang-bayang kekuasaan Kerajaa yang memperlakukan mereka sebagai kaum budak ( ulutn ama ). Semakin terbentuknya daerah mereka dari pengaruh-pengaruh luar yang berkecendrungan mendominasi, tentu saja mengusik keharmonisan dan eksistensi mereka dari tempat asalnya itu. Mereka menolak pengaruh-pengaruh luar yang kontraproduktif dengan pola hidup dan kebudayaan mereka yang sudah secara turun temurun dan dan melalui proses interaksi yang sangat panjang baik dengan sesama maupun alamnya.kondisi demikian memaksa mereka untuk menentukan pilihan menyingkir semakin jauh menuju daerah-daerah pedalaman dan perbukitan yang bisa menjamin rasa aman dan laha untuk mewadahi kegiatan bersama dalam mengusahakan kelangsungan hidup mereka.
Kajian tentang pola penyebaran suku Dayak Kayong ini memang bisa di telusuri kebenarannya. Dalam berbagai versi yang tertuang dalam berbagi sejarah lisan mengenai asal-usulnya belum ada yang bisa menjelas secara mendetail, darimanakah orang Kayong berasal? Inilah penggalan sejarah yang menjadi pertanyaan besar yang belum bisa terjawab kebenarannya sampai sekarang. Belum ditemukan adanya kesamaan legenda yang setidaknya bisa membantu untuk mejelaskan hubungan sejarah antara Dayak Kayong dengan kelompok-kelompok sub-suku Dayak lainnya.
Pada intinya kehidupan orang dayak sangat identik dengan alam. Maka, perlu disadari bahwa masyarakat adat Dayak secara umum adalah komunitas ekologis dimana keberlangsungan hidupnya sangat tergantung pada eksistensi alam yang ada.

F.       KEPERCAYAAN
Pemahaman terhadap agama asli Dayak Kayong adalah sebuah konsep agama yang bukan datang dari luar komunitas mereka,karena agama asli yang mereka yakini tersebut sangat berbeda dengan agama-agama di dunia yang diakui negara. Agama asli Dayak Kayong tidaklah bersifat missioner, karena agama ini lahir dan hidup bersama dan mewarnai setiap aspek kehidupan masyarakatnya itu sendiri. Agama asli ini telah mereka yakini jauh sebelum agama dunia yang ada sekarang diperkenalkan kepada mereka. Agama asli Dayak Kayong adalah kepercayaan dinamisme yang disebut juga dengan nama Preanimisme. Kepercayaan ini mengajarkan bahwa roh nenek moyang, tiap-tiap benda atau mahluk hidup mempunyai daya dan kekuatan yang diyakini mampu memberikan manfaat atau marabahaya. Menurut keyakinan mereka bahwa arwah nenek moyang akan selalu memperhatikan dan melindungi mereka, tetapi juga akan menghukum mereka jika melakukan hal-hal yang melanggar adat dan tradisi. Kemudian juga kepercayaan terhadap semua benda yang terdapat dalam alam semesta mempunyai kekuatan, seperti hutan, tanah, air/sungai/danau, gunung/bukit, batu, kayu, dan benda-benda buatan manusia lainnya juga diyakini mempunyai kekuatan gaib seperti ponti’ (patung) dan jimat. Pada dasarnya, kepercayaan-kepercayaan itu dilandasi dengan keyakinan bahwa di luar kemampuan manusia ada kekuatan lain yang lebih yang lebih besar yang bisa menentukan hidup mereka. Perwujudan dari kepercayaan itu terlihat dari setiap proses pelaksanaan ritual, adat istiadat, kearifan yang menyangkut hazat hidup dan penghidupan masyarakat Dayak Kayong.

G.      SISTEM PEMERINTAHAN
     Disetiap daerah yang merupakan suku Dayak pasti mempunyai kepala adat walaupun dari segi kekuasannya dan namanya berbeda. Untuk Masyarakat Dayak Kayong sendiri kepala adat tertinggi yang bergelar Domong Adat atau Pateh (Pemimpin adat).
Yang mana mengatur dalam menyelesaikan berbagai perkara adat dan juga mengatur upacara-upacara yang menyangkut kepercayaan masyarakat setempat. Dan untuk masalah yang menyangkut daerahnya segala urusan tidak boleh lepas dari persetujuan seorang Domong Adat. Dalam hal ini contohnya Domong Adat memberi izin untuk mengolah lahan di lihat dari kepastian hubungan hukum antara anggota persekutuan dengan suatu tanah tertentu dan menyatakan diri berlaku “ke dalam” dan “ke luar”. Berlakunya “ke luar” menyatakan bahwa hanya anggota persekutuan itu yang memegang hak sepenuhnya untuk mengerjakan, mengolah dan memungut hasil dari tanah yang digarapnya. Berlakunya “ke dalam” menyatakan mengatur hak-hak perseorangan atas tanah sesuai dengan norma-norma adat yang telah disepakati bersama.



H.      MATA PENCAHARIAN
     Dalam melangsungkan dan mempertahankan kehidupannya, orang Dayak tidak dapat dipisahkan dengan hutan; atau dengan kata lain hutan yang berada di sekeliling mereka merupakan bagian dari kehidupannya dan dalam memenuhi kebutuhan hidup sangat tergantung dari hasil hutan. orang Dayak kalau mau berladang mereka pergi ke hutan, dan terlebih dahulu menebang pohon-pohon besar dan kecil di hutan, kalau mereka mengusahakan tanaman perkebunan mereka cenderung memilih tanaman yang menyerupai hutan, seperti karet, rotan, dan tengkawang. Kecenderungan seperti itu bukan suatu kebetulan tetapi merupakan refleksi dari hubungan akrab yang telah berlangsung selama berabad-abad dengan hutan dan segala isinya.
Hubungan antara orang Dayak dengan hutan merupakan hubungan timbal balik. Disatu pihak alam memberikan kemungkinan-kemungkinan bagi perkembangan budaya orang Dayak, dilain pihak orang Dayak senantiasa mengubah wajah hutan sesuai dengan pola budaya yang dianutnya.

I.         INTERAKSI DENGAN MASYARAKAT LUAR
     Masyarakat Dayak Kayong sangat terbuka dengan masyarakat etnik lainya. Ini terbukti di kota maupun di pedalaman bukan hanya masyarakat pribumi yang tinggal melainkan bermacam ras agama, suku  dan budaya seperti Jawa, Tiong Hoa, Batak, Melayu, Madura, dll. Ini membuktikan masyarakat Dayak Kayong menjunjung tinggi nilai kebersamaan.


J.        DAFTAR RUJUKAN
---------. 1998. Masyarakat Dayak Menatap Hari Esok, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.   
Ignatius. 1998. Pengelolaan Sumber Daya Alam di Kampung Menyumbung (Sub Suku Dayak Rio), Dalam, Kristianus Atok, Paulus Florus, Agus Tamen (ed), Pemberdayaan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat, Pontianak: PPSDAK Pancur Kasih.
`Bamba, John, 1996. Pengelolaan Sumber Daya Alam: Menurut Budaya Dayak Dan Tantangan Yang Di Hadapi, Dalam Kalimantan Review, Nomor 15 Tahun V, Maret-April 1996, Pontianak.  
Arman, Syamsuni. 1989. Perladangan Berpindah Dan Kedudukannya Dalam Kebudayaan Suku-Suku Dayak Di Kalimantan Barat, Pontianak: Makalah disampaikan dalam Dies Natalis XXX dan Lustrum VI Universitas Tanjungpura.


SEMOGA BERMANFAAT.......