SUKU DAYAK KAYONG
A.
ETIMOLOGI
Banyak
orang sering mengatakan bahwa itu adalah orang Dayak, hal ini menjadi sebuah
pertanyaan besar,sebenarnya kata Dayak ini didapat dari mana dan apa yang
menyebabkan mereka mencetuskan Dayak?
Sejarahnya
: Sebelum kedatangan islam ke kalimantan belum ada istilah Dayak dan
istilah melayu. Semua manusia penghuni pulau borneo merupakan manusia-manusia
yang saling berkekerabatan dan bersaudara ( Bangsa Dayak ). Penduduk-penduduk
yang tinggal dipesisir pantai oleh penduduk yang tinggal di pedalaman disebut
sebagai Orang Laut sebaliknya
penduduk yang tinggal di pedalaman oleh penduduk yang tinggal di pesisir pantai
di sebut Orang Darat.
Dayak
atau Daya adalah kumpulan berbagai subetnis Austronesia yang dianggap
sebagai penduduk asli yang mendiami Pulau Kalimantan,
lebih tepat lagi adalah yang memiliki budaya sungai dimasa sekarang yaitu
setelah berkembangnya agama Islam di Borneo, sebelumnya Budaya masyarakat Dayak
adalah Budaya Maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak
mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan"
atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya. Jadi
sangat jelas bahwa sebutan Dayak ini adalah sebutan kolektif karena orang Dayak
terdiri dari beragam budaya dan bahasa, yang kehidupannya sangat erat
berhubungan dengan sungai ( Budaya Sungai ), hal ini disebabkan karena setelah
kedatangan Islam hampir seluruh perkampungan orang-orang Borneo asli yang masih
berbudaya asli ( Dayak ) banyak terdapat tidak di pesisir pantai laut lagi (
meski di beberapa wilayah masih terdapat di pesisir pantai Laut ), melainkan di
sepanjang daerah aliran sungai ( DAS ). Kata Dayak sendiri selain berasal dari
bahasa Dayak Kendayan, juga berasal dari bahasa Dayak kenyah dan Dayak lainnya,
yakni dari istilah kata " Daya" yang memiliki dua arti yakni
"daerah hulu" dan "kekuatan".
B.
WILAYAH
Banua Kayong adalah istilah lokal yang di
pakai oleh komunitas yang mengidentifikasikan diri sebagai Dayak Kayong untuk
menyebut satu kesatuan geopolitik wilayah teritorial pemukiman adat mereka.
Untuk
wilayah daerah Dayak Kayong mencakup bagian Tengah di Kabupaten Ketapang
Kalimantan Barat. Dan dalam hal ini ruang lingkup Dayak kayong sangat luas,
yaitu mencakup dari Kecamatan Tumbang Titi,Kecamatan Nanga Tayap, Kecamatan
Sandai Dan Aur Kuning. Walaupun memiliki perbedaan dalam segi wilayah
administratif namun bukan berarti identitas mereka berubah, komunitas adat yang
hidup di kawasan ini tetap menyebut dirinya sebagai Dayak Kayong bukan hanya
berdasarkan pembagian wilayah administratif
kepemerintahan saja, melainkan mencakup kedaulatan atas wilayah adatnya
secara lebih luas lagi.
C.
BAHASA
YANG DIGUNAKAN DALAM DAYAK
KAYONG
Peneliti
Institut Dayakologi, Sujarni Aloy dan kawan-kawannya (Sujarni Aloi, dkk 1997),
meneliti ada 50 bahasa Dayak di Ketapang dan yang di dalamnya termasuk bahasa
Dayak Kayong, yaitu:
- Bahasa Dayak Kualatn
- Bahasa Mali
- Bahasa Kancikng
- Bahasa Cempede’
- Bahasa Semandakng
- Bahasa Sajan
- Bahasa Banjur
- Bahasa Gerai
- Bahasa Baya
- Bahasa Laur
- Bahasa Joka’
- Bahasa Domit
- Bahasa Pawatn
- Bahasa Krio
- Bahasa Konyeh
- Bahasa Biak
- Bahasa Beginci
- Bahasa Tumbang Pauh
- Bahasa Gerunggang
- Bahasa Kayong
- Bahasa Majau
- Bahasa Pangkalan Suka
- Bahasa Kebuai
- Bahasa Tola’
- Bahasa Marau
- Bahasa Batu Tajam
- Bahasa Kengkubang
- Bahasa Pesaguan Hulu
- Bahasa Kendawangan
- Bahasa Pesaguan Kanan
- Bahasa Kekura’
- Bahasa Lemandau
- Bahasa Tanjung
- Bahasa Benatuq
- Bahasa Sumanjawat
- Bahasa Tembiruhan
- Bahasa Penyarangan
- Bahasa Parangkunyit
- Bahasa Perigiq
- Bahasa Riam
- Bahasa Belaban
- Bahasa Batu Payung
- Bahasa Pelanjau
- Bahasa Membuluq
- Bahasa Dayak Menggaling
- Bahasa Air Upas
- Bahasa Sekakai
- Bahasa Air Durian
- Bahasa Sempadian
Jadi
di sini menyebutkan beragam bahasa dayak yang ada di Ketapang. Untuk Dayak
Kayongnya sendiri di setiap daerah bahkan antar dusun maupun desanya sekalipun berbeda,berbedanya
dari segi jenis kata maupun pengucapannya tetapi hal ini tidak mengerangi
komunikasi antara masyarakat yang satu dengan yang lain karena walaupun
pengucapannya berbeda tapi memiliki arti yang sama dan mereka satu sama lain
pun mengerti. Contohnya dari pengalaman saya sendiri melihat orang dari kampung
saya, kampung saya terletak di hulu sungai Tayap tepatnya di dusun kebuai desa
sebadak raya kecamatan Nanga tayap, berbicara sama orang yang kampungnya di
daerah Desa Betenung yang jaraknya kira-kira 40’n KM jaaraknya dari kampung
saya.
Mereka berdua
berbicara satu sama lain dengan logat bahasa mereka masing-masing tetapi tetap
mengerti bahkan tidak menimbulkan kebingungan satu sama lain.
D.
KELOMPOK
MASYARAKAT DAYAK KAYONG
Dayak Kayong memiliki Pola pemukiman yang
sama seperti Masyarakat Dayak pada umumnya yaitu pola pemukiman subsuku,dimana
setiap subsuku mengklaim setiap teritori tertentu dengan batas-batas yang jelas
dengan teritori subsuku yang lainnya. Daerah Tumbang Titi,Daerah Nanga tayap,
Daerah Sandai, Daerah Sungai Laur dan daerah sekitarnya memiliki teritori
sendiri dengan batas-batas yang jelas yang diperkuat dengan ketentuan adat.
Penarikan batas yang jelas atas sebuah teritori ini memiliki kekuatan berfungsi
sebagai penegasan rasa kebersamaan atau ke-kita-an sekaligus menjamin rasa aman
dan ketersediaan lahan-kawasan sebagai wadah untuk mengupayakan kesejahteraan
dan keberlangsungan hidup mereka secara bersama-sama. Sedangkan di lain sisi-
secara keluar- merupakan pengakuan akan eksistensi subsuku lain yang juga
dihormati haknya untuk hidup berdampingan secara damai.
Di dalam kehidupan masyarakat Dayak umumnya
memiliki ciri khas rumah yang biasa disebut Rumah Adat.Untuk di Kota Ketapang
sendiri terdapat Rumah Adat Dayak yang terkenal di Kota Kayong. Letaknya berada
di daerah Payak Kumang. Rumah adat Dayak ini adalah rumah adat yang sering
dipakai untuk acara-acara resmi dari kalangan orang Dayak sendiri. Diantaranya
acara pelantikan,musayawarah dan beberapa dari kaum pemuda sering menggunakan
tempat ini untuk rekoleksi, acara perenungan, bahkan sempat pernah dijadikan
lokasi syuting oleh artis anak daerah Ketapang sendiri.
E.
ASAL USUL DAYAK KAYONG
Sebenarnya
secara umum sejarah orang dayak yang ada di Kalimantan Barat ini hampir sama
salah satunya Dayak Kayong. Semuanya ini dimulai dari
kedatangan bangsa Melayu yang merupakan tonggak sejarah penting dalam peradaban
manusia Dayak di Kabupaten Ketapang, khususnya Dayak Kayong. Kedatangan bangsa
Melayu membuka jalur dan pusat perdagangan di daerah ini yang menciptakan
kompleksitas persoalan yang semakin mendesak keberadaan masyarakat lokal dari
tempat asalnya.
Intimidasi dari kelompok Lanun ( orang
danau ), masuknya penyebaran Agama Islam (Islamisasi ), semakin mempersulit
posisi mereka yang sebelumnya juga sudah dalam bayang-bayang kekuasaan Kerajaa
yang memperlakukan mereka sebagai kaum budak ( ulutn ama ). Semakin
terbentuknya daerah mereka dari pengaruh-pengaruh luar yang berkecendrungan
mendominasi, tentu saja mengusik keharmonisan dan eksistensi mereka dari tempat
asalnya itu. Mereka menolak pengaruh-pengaruh luar yang kontraproduktif dengan
pola hidup dan kebudayaan mereka yang sudah secara turun temurun dan dan
melalui proses interaksi yang sangat panjang baik dengan sesama maupun
alamnya.kondisi demikian memaksa mereka untuk menentukan pilihan menyingkir
semakin jauh menuju daerah-daerah pedalaman dan perbukitan yang bisa menjamin
rasa aman dan laha untuk mewadahi kegiatan bersama dalam mengusahakan
kelangsungan hidup mereka.
Kajian tentang pola penyebaran suku
Dayak Kayong ini memang bisa di telusuri kebenarannya. Dalam berbagai versi
yang tertuang dalam berbagi sejarah lisan mengenai asal-usulnya belum ada yang
bisa menjelas secara mendetail, darimanakah orang Kayong berasal? Inilah
penggalan sejarah yang menjadi pertanyaan besar yang belum bisa terjawab
kebenarannya sampai sekarang. Belum ditemukan adanya kesamaan legenda yang
setidaknya bisa membantu untuk mejelaskan hubungan sejarah antara Dayak Kayong
dengan kelompok-kelompok sub-suku Dayak lainnya.
Pada intinya kehidupan orang dayak sangat identik dengan
alam. Maka, perlu disadari bahwa masyarakat
adat Dayak secara umum adalah komunitas ekologis dimana keberlangsungan
hidupnya sangat tergantung pada eksistensi alam yang ada.
F. KEPERCAYAAN
Pemahaman terhadap agama asli Dayak
Kayong adalah sebuah konsep agama yang bukan datang dari luar komunitas
mereka,karena agama asli yang mereka yakini tersebut sangat berbeda dengan
agama-agama di dunia yang diakui negara. Agama asli Dayak Kayong tidaklah
bersifat missioner, karena agama ini lahir dan hidup bersama dan mewarnai
setiap aspek kehidupan masyarakatnya itu sendiri. Agama asli ini telah mereka
yakini jauh sebelum agama dunia yang ada sekarang diperkenalkan kepada mereka.
Agama asli Dayak Kayong adalah kepercayaan dinamisme yang disebut juga dengan
nama Preanimisme. Kepercayaan ini
mengajarkan bahwa roh nenek moyang, tiap-tiap benda atau mahluk hidup mempunyai
daya dan kekuatan yang diyakini mampu memberikan manfaat atau marabahaya.
Menurut keyakinan mereka bahwa arwah nenek moyang akan selalu memperhatikan dan
melindungi mereka, tetapi juga akan menghukum mereka jika melakukan hal-hal
yang melanggar adat dan tradisi. Kemudian juga kepercayaan terhadap semua benda
yang terdapat dalam alam semesta mempunyai kekuatan, seperti hutan, tanah,
air/sungai/danau, gunung/bukit, batu, kayu, dan benda-benda buatan manusia
lainnya juga diyakini mempunyai kekuatan gaib seperti ponti’ (patung) dan jimat. Pada dasarnya, kepercayaan-kepercayaan
itu dilandasi dengan keyakinan bahwa di luar kemampuan manusia ada kekuatan
lain yang lebih yang lebih besar yang bisa menentukan hidup mereka. Perwujudan
dari kepercayaan itu terlihat dari setiap proses pelaksanaan ritual, adat
istiadat, kearifan yang menyangkut hazat hidup dan penghidupan masyarakat Dayak
Kayong.
G. SISTEM PEMERINTAHAN
Disetiap daerah yang
merupakan suku Dayak pasti mempunyai kepala adat walaupun dari segi kekuasannya
dan namanya berbeda. Untuk Masyarakat Dayak Kayong sendiri kepala adat tertinggi
yang bergelar Domong Adat atau Pateh (Pemimpin adat).
Yang
mana mengatur dalam menyelesaikan berbagai perkara adat dan juga mengatur
upacara-upacara yang menyangkut kepercayaan masyarakat setempat. Dan untuk
masalah yang menyangkut daerahnya segala urusan tidak boleh lepas dari
persetujuan seorang Domong Adat. Dalam hal ini contohnya Domong Adat memberi izin untuk
mengolah lahan di lihat dari kepastian hubungan hukum antara anggota
persekutuan dengan suatu tanah tertentu dan menyatakan diri berlaku “ke dalam”
dan “ke luar”. Berlakunya “ke luar” menyatakan bahwa
hanya anggota persekutuan itu yang memegang hak sepenuhnya untuk mengerjakan,
mengolah dan memungut hasil dari tanah yang digarapnya. Berlakunya “ke dalam”
menyatakan mengatur hak-hak perseorangan atas tanah sesuai dengan norma-norma
adat yang telah disepakati bersama.
H. MATA PENCAHARIAN
Dalam melangsungkan dan
mempertahankan kehidupannya, orang Dayak tidak dapat dipisahkan dengan hutan;
atau dengan kata lain hutan yang berada di sekeliling mereka merupakan bagian
dari kehidupannya dan dalam memenuhi kebutuhan hidup sangat tergantung dari
hasil hutan. orang Dayak kalau mau berladang mereka pergi ke
hutan, dan terlebih dahulu menebang pohon-pohon besar dan kecil di hutan, kalau
mereka mengusahakan tanaman perkebunan mereka cenderung memilih tanaman yang menyerupai
hutan, seperti karet, rotan, dan tengkawang. Kecenderungan seperti itu bukan
suatu kebetulan tetapi merupakan refleksi dari hubungan akrab yang telah
berlangsung selama berabad-abad dengan hutan dan segala isinya.
Hubungan antara orang Dayak dengan hutan merupakan hubungan timbal balik. Disatu pihak alam memberikan kemungkinan-kemungkinan bagi perkembangan budaya orang Dayak, dilain pihak orang Dayak senantiasa mengubah wajah hutan sesuai dengan pola budaya yang dianutnya.
Hubungan antara orang Dayak dengan hutan merupakan hubungan timbal balik. Disatu pihak alam memberikan kemungkinan-kemungkinan bagi perkembangan budaya orang Dayak, dilain pihak orang Dayak senantiasa mengubah wajah hutan sesuai dengan pola budaya yang dianutnya.
I.
INTERAKSI
DENGAN MASYARAKAT LUAR
Masyarakat Dayak Kayong
sangat terbuka dengan masyarakat etnik lainya. Ini terbukti di kota maupun di
pedalaman bukan hanya masyarakat pribumi yang tinggal melainkan bermacam ras
agama, suku dan budaya seperti Jawa,
Tiong Hoa, Batak, Melayu, Madura, dll. Ini membuktikan masyarakat Dayak Kayong
menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
J.
DAFTAR
RUJUKAN
---------.
1998. Masyarakat Dayak Menatap Hari Esok, Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Ignatius. 1998. Pengelolaan Sumber
Daya Alam di Kampung Menyumbung (Sub Suku Dayak Rio), Dalam, Kristianus
Atok, Paulus Florus, Agus Tamen (ed), Pemberdayaan Pengelolaan
Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat, Pontianak: PPSDAK Pancur Kasih.
`Bamba, John, 1996. Pengelolaan Sumber
Daya Alam: Menurut Budaya Dayak Dan Tantangan Yang Di Hadapi,
Dalam Kalimantan Review, Nomor 15 Tahun V, Maret-April 1996,
Pontianak.
Arman, Syamsuni. 1989. Perladangan
Berpindah Dan Kedudukannya Dalam Kebudayaan Suku-Suku Dayak Di
Kalimantan Barat, Pontianak: Makalah disampaikan dalam Dies Natalis XXX
dan Lustrum VI Universitas Tanjungpura.